Warga Protes PPDB SMAN 5 Tambun Selatan: Dugaan Manipulasi Titik Koordinat Picu Aksi Emak-Emak
Tambun Selatan, Bintang Save.com — Puluhan warga Desa Lambangsari, Kecamatan Tambun Selatan, menggelar aksi unjuk rasa di depan gerbang SMA Negeri 5 Tambun Selatan, yang berlokasi di Jl. Sunset Avenue Wisata, Grand Wisata, pada Jumat (20/6) pagi. Aksi ini dipicu oleh kekecewaan mendalam terhadap hasil Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) jalur domisili yang dinilai janggal dan tidak transparan.
Para orang tua, terutama para ibu, menyuarakan protes karena anak-anak mereka yang tinggal dekat dengan sekolah justru tidak diterima. Sebaliknya, sejumlah calon siswa dari wilayah yang lebih jauh—bahkan dari kelurahan berbeda—malah dinyatakan lolos seleksi.
> “Jarak rumah saya ke sekolah tidak sampai 1,5 kilometer, tapi anak saya tidak diterima. Sementara yang tinggal jauh malah bisa lolos,” ujar Fitri, salah satu peserta aksi dengan nada kecewa.
Hal senada disampaikan oleh Restu, warga lainnya yang menyoroti ketidakjelasan penerapan aturan jalur domisili. Ia merujuk pada Permendikdasmen Nomor 3 Tahun 2025, yang menurutnya tidak mencantumkan secara rinci batas jarak minimal dalam sistem zonasi.
> “Kalau batas minimumnya 500 meter, maka radius itu hanya mencakup lapangan, masjid, dan gelanggang olahraga. Rumah warga justru berada antara 900 meter hingga 1,5 kilometer. Tapi anehnya, siswa dari Mutiara Gading Timur—yang jelas lebih jauh—malah lolos. Ini patut dicurigai. Jangan-jangan ada permainan titik koordinat,” ungkapnya.
Perwakilan warga sempat diterima oleh panitia SPMB, namun mediasi berlangsung tanpa kehadiran kepala sekolah maupun wakil kepala sekolah, yang justru menambah kekecewaan warga.
> “Kami hanya ingin kejelasan. Bagaimana mungkin anak-anak kami yang tinggal dekat tersingkir? Kami menuntut transparansi dalam penerapan aturan jalur domisili,” tegas Hadi, salah satu perwakilan warga.
Menurut Hadi, pihak sekolah menyatakan bahwa penentuan jarak dilakukan berdasarkan titik koordinat digital menggunakan aplikasi, bukan domisili administratif seperti yang tercantum dalam KTP. Hal ini menimbulkan pertanyaan baru mengenai keakuratan dan keadilan sistem zonasi tersebut
Data sementara menyebutkan, setidaknya 27 calon siswa asal Desa Lambangsari tidak terakomodir melalui jalur domisili. Menanggapi hal ini, Staf Humas SMAN 5 Tambun Selatan, Nasahi, menyatakan bahwa pelaksanaan seleksi sudah sesuai dengan petunjuk teknis dan juklak SPMB tahun 2025 dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
> “Bagi calon siswa yang belum lolos, masih ada kesempatan mengikuti seleksi tahap kedua melalui jalur prestasi yang dibuka mulai 24 Juni hingga 1 Juli 2025,” jelas Nasahi.
Terkait dugaan manipulasi data titik koordinat, pihak sekolah menegaskan bahwa seluruh proses seleksi telah dijalankan sesuai prosedur.
> “Tidak ada manipulasi data. Semua dijalankan sesuai aturan dari Pemprov,” tegasnya.
Namun, penjelasan tersebut belum mampu meredam kekecewaan warga. Dalam orasi yang penuh emosi, para ibu-ibu menyuarakan harapan mereka kepada Gubernur Jawa Barat maupun tokoh publik seperti Deddy Mulyadi untuk turun tangan menyelidiki dugaan ketidakadilan dalam proses seleksi.
> “Kami para ibu-ibu berharap, Bapak Deddy Mulyadi atau Gubernur Jawa Barat bisa melihat langsung nasib anak-anak kami yang menjadi korban sistem zonasi. Tolong lihat kami, Pak Deddy. Kami berjuang demi masa depan anak-anak,” teriak mereka penuh harap.
Aksi ini menjadi cerminan keresahan masyarakat terhadap sistem zonasi yang dianggap belum sepenuhnya berpihak pada keadilan bagi warga sekitar sekolah negeri. (Ccp/Redaksi)
0 Komen