post image

Penangkapan Soleman Terjadi 28 Hari Jelang Pencoblosan: Diduga Berhubungan dengan Pilkada

  • Administrator
  • 30 Okt 2024
  • Politik
  • 110 Lihat

Bekasi, bintang-save.com - Penangkapan Soleman, SE., Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Kabupaten Bekasi dinilai politis dan penuh kejanggalan. Pasalnya, Soleman ditangkap Kejaksaan Tinggi Negeri (Kejari) Kabupaten Bekasi pada Selasa (29/10) malam, atau hanya berjarak 28 hari jelang pencoblosan Kepala Daerah Serentak.

Sang kuasa hukum, Siswadi, S.H. MH., menduga kliennya sebagai "Target Operasi Pesanan". "Bahwa dalam perkara yang dialami oleh klien kami saat ini sebenarnya tidak dilihat adanya unsur pidana karena peristiwa hukum yang disangkakan oleh Jaksa adalah perdata biasa, yaitu jual beli mobil," ungakap Siswadi dalam keterangan resminya, Rabu (30/10).

Terkait kasus yang menjerat Soleman, dirinya menjelaskan, bahwa Soleman telah membeli sebuah mobil melalui seseorang berinisial "R"  dengan cara membayar secara bertahab sebanyak dua kali. "Hal itu berdasarkan bukti yang disampaikan oleh klien kami kepada penyidik. Pembelian mobil dimaksud pun telah dituntaskan atau dibayar lunas. Kemudian, saat ini klien kami dijadikan tersangka terkait peristiwa tersebut dengan sangkaan gratifikasi. Situasi ini, dalam nalar hukum yang kami pahami tentunya sangat aneh," ujarnya.

Siswadi merasakan nuansa politik yang sangat kuat dalam proses perkara kliennya. "Sebab faktanya klien kami ditetapkan sebagai tersangka 28 hari jelang pencoblosan," terangnya.

Nalar Siswadi membaca demikian lantaran kliennya merupakan Tim Pemenangan Pasangan Calon Kepala Daerah yang terdaftar resmi di KPUD Kabupaten Bekasi. "Dengan demikian klien kami adalah peserta Pemilu kepala daerah," imbuhnya.

Berkenaan dengan itu, menurutnya, Kejaksaan Agung juga telah mengeluarkan memorandum terkait dengan penundaan pemeriksaan pidana terhadap peserta Pemilu dan Pemilukada untuk menghindari black campaign serta menjaga proses demokrasi berjalan baik.

Hal itu tertuang dalam Instruksi Jaksa Agung Nomor 6 Tahun 2023 tentang Optimalisasi Peran Kejaksaan dalam Mendukung dan Menyukseskan Penyelenggaraan Pemilihan Umum Serentak Tahun 2024. 

Instruksi tersebut menjadi pedoman bagi semua pegawai kejaksaan dalam bersikap dan bertindak pada Pemilu 2024 sekaligus sebagai antisipasi agar kejaksaan tidak terseret ke dalam kepentingan politik praktis. "Jaksa Agung juga menginstruksikan penundaan proses hukum kepada mereka yang tengah berkontestasi. Siapa yang berkontestasi? Tentu tidak hanya pasangan calon, tetapi tim inti strategi Paslon juga (terkategori) berkontestasi," jelasnya.

"Jelas, bahwa klien kami adalah 'Target Operasi' pihak tertentu untuk menghancurkan kekuatan politik Paslon No. 03 menjelang Pilkada Kabupaten Bekasi 2024. Skenarionya dilakukan secara senyap dan terstruktur," katanya.

Pernyataan Siswadi cukup logis sehingga patut mendapat perhatian, sebab berdasarkan analisisnya juga, kliennya saat ini menduduki posisi-posisi penting sehingga harus dilumpuhkan. Faktanya, Soleman memang merupakan Ketua DPC PDI-P Kabupaten Bekasi yang baru dilantik sebagai Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bekasi. Apalagi, Soleman adalah Tim Inti Strategi dan Pemenangan Paslon Bupati-Wakil Bupati Bekasi No. 03. 

"Sekarang, dia (Soleman) harus ditahan dan dilumpuhkan. Moral pendukung harus dijatuhkan melalui perkara ini, dan Paslon 03 harus kalah. Analisis moral itu masuk akal mengingat pemeriksaan dan penahanan klien kami dilakukan oleh (Seksi Pidana Khusus) Kejari dilakukan saat masa kampanye terbuka Pilkada Kabupaten Bekasi sedang berlangsung. Situasi seperti ini hanya bisa dirancang oleh pihak-pihak tertentu yang mempunyai kekuatan besar," ungkapnya.

Sikap ambigu dan tidak fair terlihat pada Kejari, di mana pada perkara hukum Soleman tersebut -- yang diduga juga melibatkan pihak lain -- bisa saja melibatkan oknum partai dan Anggota DPRD Kabupaten Bekasi lainnya. "Tetapi mengapa tidak dilakukan langkah hukum yang sama, yaitu dengan pemeriksaan dan penahanan?"

"Hukum harus ditegakkan, namun tetap berkeadilan tanpa ada muatan/ kepentingan politis. Apalagi ada pesanan politik demi menjatuhkan suara pasangan calon tertentu sehingga "Target Operasi Pesanan" harus dijalankan," pungkas Siswadi. (Ccp)

 

0 Komen