post image

Kadis DLH Klarifikasi Pemberitaan Terkait Dugaan Adanya Tindak Pidana Korupsi di Instansinya

Cikarang (Bintang Save) - Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bekasi, Doni Sirait mengklarifikasi materi pemberitaan terkait dugaan tindak pidana korupsi di instansinya. 

Pemberitaan dimaksud adalah yang dipublikasikan oleh portal deltanews.co.id dengan judul "LSM Master Polisikan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi" tertanggal 24 Juli 2024. 

"Berita tersebut mengutip statement Ketua Umum LSM Master, Arnol," kata Doni, dalam konferensi pers yang dilakukan di ruang rapat Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi, Selasa (30/7) pagi. 

Ada tiga poin dari pemberitaan tersebut yang menjadi catatannya. "Perlu dipahami juga, bahwa (data-data) di berita itu mengutip hasil audit dalam LHP-BPK," ucapnya. 

"Tetapi si wartawan tidak mengutipnya secara utuh, dan tidak menyertakan jawaban saya ketika kami bertemu sekitar tiga minggu yang lalu," tambah Doni. 

Pertama, adalah dugaan tindak pidana korupsi terkait belanja Bahan Bakar dan Pelumas sebesar Rp 53.289 .637.247 pada Tahun Anggaran 2023 yang lalu. 

Di mana pertanggung jawaban Belanja Barang dan Jasa untuk Pengadaan BBM itu tidak sesuai dengan Kondisi yang senyatanya, yakni sebesar Rp 7.340.925.615. 

"Saya jawab, bahwa dugaan temuan BPK itu terjadi pada Januari-Mei 2023. Sedangkan dari Juni-Desember 2023 tidak ada catatan apapun (dari BPK)," ujarnya. 

Dikatakannya, bahwa ia dilantik menjadi kadis DLH adalah pada pertengahan Maret 2023. "Alhamdulillah, ketika saya dilantik tengah ada pemeriksaan BPK terhadap anggaran 2022. Permasalahannya sama antara 2022 dengan 2023. Bahwa kemudian LHP-nya atas audit anggaran 2022 itu diturunkan pada Mei 2023," terangnya. 

Doni yang dilantik pada Maret 2023, mengaku baru efektif bekerja bulan April 2023. "Saya bersyukur karena tidak perlu capek- capek mengidentifikasi permasalahan di DLH sebab ada bantuan audit dari BPK itu," imbuhnya.  

Pada saat itu, salah satu yang menjadi rekom dari BPK adalah agar dirinya mencabut hubungan kerjasama dengan penyedia yang ada (PT. SIAR dan PT. AMPU), karena tidak sesuai dengan Perpres. Karena kedua penyedia tersebut bukanlah mitra dari penyedia Pertamina Patra Niaga. 

"Atas rekom itu saya berani memutus kontrak (penyedia), sehingga di bulan Juni kita sudah bekerjasama dengan penyedia yang merupakan rekanan dari Pertamina Patra Niaga," jelasnya. 

Adapun Perpres yang dimaksud di salah satunya yakni Perpres No. 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual BBM, yang mengatur jaringan distribusi.

Menurut Doni, dari pemberitaan tersebut seolah-olah temuan itu dari Januari-Desember 2023. "Artinya, (dalam berita) tidak menyebut laporan BPK itu secara utuh, sehingga tendensius dan mendeskreditkan saya," kata Doni. 

Lebih jauh, dijelaskannya, bahwa dalam laporan BPK itu pun disebutkan, agar Pj. Bupati memerintahkan Inspektur Kabupaten Bekasi supaya melakukan pemeriksaan investigatif tentang pengadaan BBM yang terindikasi tidak sesuai kuantitas dan spesifikasinya yang terindikasi adanya potensi kelebihan pembayaran sekitar Rp2 miliyar. 

"Kalau kita lihat dari redaksinya, BPK pun tidak menyebutkan persisnya berapa, karena bahasanya seperti itu. Di sisi lain, dikarenakan administrasi di DLH lemah, sehingga standar baku dalam audit tidak bisa dilakukan dengan ideal. Maka (BPK merekomendasikan-red) harus dilakukannya audit oleh inspektorat," ungkap Doni. 


Kedua, dugaan permasalahan belanja sewa exavator melalui e-Calatoge untuk penanganan longsor pada PSA Burangkeng. Hal ini disebut tidak sesuai ketentuan, di mana nilai pengadaan lebih mahal sebesar Rp 234.272.448 dari pagu sebesar Rp 1.679.620.000. 

Menurut Doni, terkait temuan ini pihak penyedia sudah mengembalikan uang ke Kas Daerah sesuai rekom BPK. Untuk diketahui, dalam rekom itu, BPK memberikan waktu hingga 60 hari kepada pihak penyedia, atau sampai tanggal 4 Agustus 2024. 

"Mereka (pihak penyedia) mengembalikannya dua tahap. Dicicil. Pertama sebesar Rp25 juta dan yang kedua kurang lebih Rp234 juta," ujar Doni. 

Adapun mekanisme pengembaliannya, adalah setelah terbitnya Naskah Hasil Pemeriksaan (NHP) yang diberikan BPK ke lembaga/instansi untuk menjawab, menerima atau menyanggah. Jawaban itu disertai dengan bukti- bukti tambahan. 

"(sanggahan) itu dibaca oleh auditor yang setelah dipahami cukup untuk membuktikan sanggahnnya, dan ini menjadi pertimbangan dalam NHP. Nah, (pengembalian) sewa exavator ini setelah muncul LHP-BPK," ucapnya. 


Terakhir, yaitu adanya dugaan Retribusi Pelayanan Persampahan pada sekolah-sekolah yang tidak disetorkan ke Kas Daerah sebesar Rp 150.600.000. 

Adapun pembayaran retribusi pelayanan persampahan oleh sekolah kepada Dinas Lingkungan Hidup sebesar Rp 236.100.000. Namun, yang disetorkan ke Kas Daerah hanya sebesar Rp 17.300.000. Artinya, ada selisihnya mencapai Rp 218.800.000. 

"Saya katakan, bahwa Pemda bukan satu-satunya yang melayani pengangkutan sampah, karena banyak juga swasta yang melakukan itu. Kenapa? Karena kemampuan kita yang hanya 184 unit armada tidak bisa menjangkau masyarakat seluruhnya, sehingga sektor swasta bisa melayani dengan ketentuan dia harus punya SUKET dan membayar retribusi," sanggahnya. 

Di lain pihak, dirinya tidak menampik, bahwa memang ada dalam temuan BPK terkait hal ini. "Tetapi kita sudah jelaskan kepada BPK, bahwa pelayanan di sekolah-sekolah sudah dikerjasamakan dengan swasta. Kita sanggah itu dalam NHP dan diperbaiki oleh BPK dalam LHP," ujar Doni. 

"Jadi, terkait retribusi sekolah ini kita tidak memungut apapun, kita tidak melayani. Memang BPK merekomendasikan bahwa sekolah ini potensinya ada Rp1,5 miliyar, tapi armada kita terbatas," jelasnya menambahkan. 

Berkenaan dengan permasalahan ini, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Masyarakat Terpadu MASTER telah melaporkan Doni ke Bareskrim Polda Metro Jaya dengan Nomor Laporan 1809/LI/POLDAMETRO /LSM – MASTER /I / 2024. 

Sementara itu, ketika ditanya soal pemberitaan deltanews.co.id yang dikutipnya, Doni menyebut akan mempertimbangkan langkah selanjutnya. 

"Kalau memang memenuhi unsur delik tentang pencemaran nama baik, yaitu pada Pasal 310 atau 311 KUHP, kenapa tidak ditempuh," ucapnya. 

"Ya, saya harap yang bersangkutan dapat menjalankan profesinya lebih beradab. Saya tidak tahu mereka dapat data dari mana, tetapi tidak sebenar-benarnya data dari laporan (BPK) itu yang mereka sampaikan," pungkas Doni. (Ccp) 

0 Komen